Wednesday, 18 March 2015

Revisi UU dan Jargon Swasembada

Alasan pemerintah membuka impor sapi dengan menganut mekanisme zona (zone base) adalah demi mendukung pencapaian swasembada sapi mendapat kritik dari kalangan pelaku usaha penggemukan sapi. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano mengatakan, Indonesia punya 4,6 juta peternak. “Kalau sekarang  pemerintah membuka seluas-luasnya impor sapi, bagaimana nasib peternak kita nantinya,” tanya Joni.
 
Joni menggugat, sudah 3 periode pemerintahan program swasembada sapi dicanangkan sejak 2000, tapi nyatanya tidak tercapai. Yang terjadi, dari hasil sensus pertanian pada 2013 populasi sapi justru mengalami penurunan.
 
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1 Juni 2011 sampai 1 Mei 2013, populasi sapi dan kerbau nasional menjadi 14,2 juta ekor. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 2,5 juta ekor dari 16,7 juta ekor hasil PSPK (Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau) pada 2011.
 
Padahal, Joni menceritakan, pada periode 2010 sampai 2014 pemerintah membuat blue print yang cukup bagus untuk implementasi program swasembada sapi. Sejumlah program disiapkan untuk mewujudkan target peningkatan populasi sapi, salah satunya melalui teknologi IB (Inseminasi Buatan), sarjana masuk desa,  dan mengoptimalkan betina produktif.  
 
Selama periode tersebut kuota impor daging dan sapi bakalan tiap tahun terus dikurangi. Tapi pada 2014, kata Joni, harga daging dan sapi mendadak melangit. Pemerintah pun panik membuat sejumlah kebijakan dadakan, termasuk membuka keran impor sapi bakalan lebih besar, meski nyatanya harga daging tetap tinggi.
 
Sekarang, kata Joni, pemerintah mencoba jurus baru dengan terbitnya UU nomor 41/2014. Ia menilai pasal yang mengatur soal pemasukan ternak indukan ruminansia melalui zona base tidak masuk akal. “Aturan tersebut diikuti persyaratan pulau karantina yang menjadi tambahan waktu dan biaya operasional tambahan bagi pengusaha,” Joni menyuarakan keluhan.
 
Joni mengklaim selama 2014, perusahaan anggota Apfindo telah merealisasikan impor sapi sekitar 699ribu ekor. Sementara data Kementerian Perdagangan mengklaim ada realisasi impor sapi bakalan sampai 720ribu ekor. Ini karena di luar Apfindo masih ada perusahaan yang juga mengimpor bakalan.
 
Alasan pemerintah membuka impor sapi dengan menganut mekanisme zona (zone base) adalah demi mendukung pencapaian swasembada sapi mendapat kritik dari kalangan pelaku usaha penggemukan sapi. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano mengatakan, Indonesiapunya4,6 juta peternak. “Kalau sekarang  pemerintah membuka seluas-luasnya impor sapi, bagaimana nasib peternak kita nantinya,” tanya Joni.
 
Joni menggugat, sudah 3 periode pemerintahan program swasembada sapi dicanangkan sejak 2000, tapi nyatanya tidak tercapai. Yang terjadi, dari hasil sensus pertanian pada 2013 populasi sapi justru mengalami penurunan.
 
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1 Juni 2011 sampai 1 Mei 2013, populasi sapi dan kerbau nasional menjadi 14,2 juta ekor. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 2,5 juta ekor dari 16,7 juta ekor hasil PSPK (Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau) pada2011.
 
Padahal, Joni menceritakan, pada periode 2010 sampai 2014 pemerintah membuat blue print yang cukup bagus untuk implementasi program swasembada sapi. Sejumlah program disiapkan untuk mewujudkan target peningkatan populasi sapi, salahsatunya melalui teknologi IB (Inseminasi Buatan), sarjana masuk desa,  dan mengoptimalkan betina produktif.  
 
Selama periode tersebut kuota impor daging dan sapi bakalan tiap tahun terus dikurangi. Tapi pada 2014, kata Joni, harga daging dan sapi mendadak melangit. Pemerintah pun panik membuat sejumlah kebijakan dadakan, termasuk membuka keran impor sapi bakalan lebih besar, meski nyatanya harga daging tetap tinggi.
 
Sekarang, kata Joni, pemerintah mencoba jurus baru dengan terbitnya UU nomor 41/2014. Ia menilai pasal yang mengatur soal pemasukan ternak indukan ruminansia melalui zona base tidak masuk akal. “Aturan tersebut diikuti persyaratan pulau karantina yang menjadi tambahan waktu dan biaya operasional tambahan bagi pengusaha,” Joni menyuarakan keluhan.
 
Joni mengklaim selama 2014,perusahaan anggota Apfindo telah merealisasikan impor sapi sekitar 699ribu ekor. Sementara data Kementerian Perdagangan mengklaim ada realisasi impor sapi bakalan sampai 720 ribu ekor. Ini karena di luar Apfindo masih ada perusahaan yang juga mengimpor bakalan.

0 comments:

Post a Comment

Anda ingin menjadi Bahagian dari Perubahan??? login ke Sahabat Kemenangan di bagian atas webblog ini.