PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selain
memiliki hasil utama, hewan ternak juga memiliki produk ikutan ternak. Produk
hasil ikutan tersebut bisa dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari baik dengan
proses maupun tanpaproses pengolahan. Salah satu hasil ikutan ternak ini adalah
adalah bulu, salah satu ternak yang bulunya dapat dimanfaatkan adalah domba.
Menurut Ensrninger (1977) bulu domba adalah bulu alamai yang menutupi tubuh
domba, pada domba bulu berfungsi untuk mengatur suhu tubuh yang bisa melindungi
domba dari panas maupun dingin. Hal ini juga diperkuat oeh Kammlade dan
Kammlade (1955), menambahkan bahwa secara alami bulu domba berfungsi sebagai
termoregulator yang baik yaitu dapat mempertahankan tubuh dari pengaruh udara
panas atau dingin.
Bulu domba dapat dimanfaatkan dengan beberapa
tahap pengolahan, seperti pencukuran, pemberishan yang meliputi pencucian,
pengeringan dan kemudian di pintal.. Hasil dari pemintalan dapat di jadikan
sejumalah produk yang bernilai jual tinggi. Produk yang dihasilkan dari
buludomba sering diolah menjadi kain tapestry.
Kain tapestry atau yang kita kenal kain tenunan yang umumnyaterbuat dari bahan
baku berup serat organik seperti katun dari kapas atau dari wol (bulu domba).
Bahan pemuatan kain tapestry yang
umum digunakan berasal dari hasil pengolahan bulu atau wol domba. Proses pembuatan tapestry
dengan bahan kain tenunan dari bulu atau wol
domba memiliki kelebihan diantaranya berat, hangat, dan halus.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar
mahasiswa yang bertindak sebagai praktikan dapat mempelajari bulu domba dan
dapat mengolah bulu domba menjadi sejumlah produk yang bernilai jual tinggi..
TINJAUAN
PUSTAKA
Bulu Domba
Bulu
domba adalah bagian penutup yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari pengaruh
luar. Bulu domba memiliki tekstur yang lembut, hal ini senada dengan yang
dikemungkakan Devendra dan Mcleroy (1982) bulu domba merupakan serat penutup tubuh yang bersifat lembut,
halus, penuh kerutan dan permungkaan yang bersisik. Bulu domba sering digunakan
sebgai bahan baku pembuatan pakaian. Bulu domba memiiki keunggulan dibanding
bahan baku yang lain dikarenakan kemampuan bulu domba untuk menyerap air 18%
dari beratnya tanpa terasa basah. Melalui kelenjer sebaceous bulu domba
mengeluarkan komponen lilin yang terdapat pada bulu domba yang kotor, sementara itu air yang ada pada tubuh domba
dikeluarkan oleh kelenjer keringat. Bulu domba tersusun atas proteinyang sangat
keras yang disebut keratin (Gatenby dan Humbert 1991). Keratin yang terkandung
pada woldari bulu domba merupakan serat utama yang memberikan perlindungan
vetebrata dan protein ini menyusun hampir seluruh berat kering dari wol.
Struktur Bulu Domba
Wol
memiliki dua lapisan sel yaitu epidermis yang berfungsi untuk
menutupikeratan-keratan longitudinal yang berfungsi menutupi keratan-keratan
longitudinal yang berakhir diujung serat dan korteks yang merupakan bagian
utama dari serat wol. Serat wol memiliki lapisan ketiga, yaitu medula. Lapisan
ini berbentuk globuler dan berada disepanjang serat wol atau hanya dibeberapaa
agian serat wol. Wol yang mengandung medula biasanya kasar dan sulit
penanganannya karena rendahnya elastisitasnya (Ensminger 1977). Medula merupkan
jaringan yang terdiri dari jaringan sel yang berisi udara. Serat bulu domba
yang mengandung medua umumnya kasar dan diameternya tidak sama. Medula pada
serat akan mempengaruhi kualitas bulu domba. Semakin banyak medula maka
kualitas bulu akan semakin rendah karena medula dapat menyebabkan bulu rapuh,
mudah patah, dan kurang elastis (Kammlade dan Kammlade 1955).
Kutikula
menyusun 10% bagian luar dari serat wol dan mempunyai subsruktur yang secara
alami sukar berubah fisik dan kimia (Leeder 1984). Bagian dalam kutikula
terdapat korteks yang merupakan lapisan terlindung dan dibentuk oleh sel-sel
yang memanjang sejajar dengan sumbu serat (Kammlade dan Kammlade 1955). Korteks
serat wol mempunyai karakteristik yang sangat spesial yang disebut bilateral
differentiation yang tersusun dari dua segmen yang mempunyai perbedaan struktur
fisik dan kimia. Dua segmen ini disebut orthocortex dan paracortex. Bentuk
gelombang serat wol (crimp) terjadi akibat bilateral differentiation yang
terjadi selama pertumbuhan serat wol (Leeder 1984). Sel korteks yang tidak
teratur merupakan penyebab terjadinya kerutan (Kammlade dan Kammlade 1955).
Kerutan tersebut sangat mempengarhi kekuatan dan elastisitas bulu (Jonston
1983).
Kualitas Bulu Domba
Kualitas bulu domba atau wol
sangat dipengaruhi oleh kehalusan, panjang yang seragam, kekuatan, elastisitas,
kerut, warna, dan bebas dari kemp (wol sangat kasar). Menirit Ensminger (1977),
serat wol domba tropis mempunyai diameter 25-26µm. Wol yang paling halus dan
yang paling tebal terdapat pada bagian bahu antara puncak bahu dan dasar dada.
Wol yang paling kasar terapat pada bagian belakang tubuh yaitu disekitar ekor.
Wl yang paling pendek umumnya terdapat pada bagian perut. Serat bulu pada domba umumnya dibagi
menjadi tiga yaitu serat wol halus, serat wol kasar, dan kamp. Serat wol tumbuh
dari folikel dalam kulit, terjadi pada bagian dasar dari serat wol dan bukan
tumbuh pada bagian ujungnya.
Potensi
Bulu Domba
Data dari
Direktorat Jendral Peternakan (2008) jumlah poulasi domba terbesar berada di
provinsi jawa barat sekitar 47% dari total populasi domba nasional yaitu 8,9
juta. Menurut Yamin et al (1994) setiap
ekor domba lokal mampu menghasilkan bulu 0,8kg per tahun. Sehingga setiap tahun
dapat dihasilkan bulu pencukuran domba sebesar 7,12r ribu ton. Di indonesia
sejauh ini bulu domba hanya dijadikan sebagai kerajinan degan menggunakan buludomba
persilangan, sementara tu bulu domba lokal hanya di anggap sebagai limbah hal
ini disebabkan kualitas bulu domba yang masih kasar yang mangakibatkan pengrajn
sulit untuk menenunnya (Yamin et al 1994).
METODE
Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum
pengolahan bulu domba ini adalah
ember, pengaduk kayu, tempat jemuran, hand carder dan alat pintal.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah bulu domba,
deterjen, desinfektan, H2O2.,
pewarna.
.
Metode
Sebelum melakukan praktikum lakukan
persiapan dan pengecekan terhadap alat dan bahan. Setelah alat dan bahan
tersedia bulu domba dari hasil pencukuran kemudian dipisahkan bagian yang
kotor, kasar atau bulu yang memiliki ukuran yang besar. Setelah tahap
pembersihan pertama dilakukan, bulu yang sudah dipisahkan dari kotoran kemudian
direndam dengan detergent selama 15 menit.
Bulu kemudian di kucek dan kemudian di bilas dengan air.proses
pencucian berikutnya bulu bersih
kemudian direndam dengan desinfektan dan dibilas lagi dengan air hingga bersih.
Bulu domba yang telah bersih kemudian di jemur selama kurang lebih 2 hari. Bulu
yang telah kering selanjutnya dipisahkan atau disortir untu
emudian dilakukan penyisiran. Bulu
yang telah di sisir dan halus kemudian dipintal dan dilakukan pemutihan. Dan
tahap terakhir dari penggolan bulu domba ini adalah pewarnaan bulu sesuai
dengan selera yang kita inginkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengolahan bulu domba yang dilakukan
oleh group praktikum dua dengan hasil rendemen bulu domba seperti yang terlihat
pada tabel dibawah:
Tabel
1. Tabel rendemen bulu domba masing-masing kelompok praktkum G2.
Berat Awal
|
Penyortiran
|
Bobot Kering
|
Rendemen
|
|
Bersih
|
Kotor
|
|||
500
|
205
|
295
|
145
|
29
|
500
|
319
|
181
|
200
|
40
|
500
|
300
|
200
|
205
|
41
|
500
|
415.5
|
84.5
|
235
|
|
500
|
155
|
345
|
95
|
19
|
500
|
394
|
149
|
175
|
35
|
500
|
379
|
121
|
245
|
49
|
500
|
208
|
292
|
130
|
26
|
Tabel 2. Data pengujian lama pembakaran bulu domba
Kelompok
|
Waktu (detik)
|
|
Alami
|
Sintetis
|
|
1
|
|
|
2
|
23,15
|
2,317
|
3
|
17,66
|
2,00
|
4
|
|
|
5
|
17,32
|
4,08
|
6
|
18,59
|
3,02
|
7
|
31,39
|
4,08
|
8
|
30,41
|
Pembahasan
Bulu domba adalah bagian penutup
yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari pengaruh luar. Bulu domba memiliki
tekstur yang lembut, hal ini senada dengan yang dikemungkakan Devendra dan
Mcleroy (1982) bulu domba merupakan serat
penutup tubuh yang bersifat lembut, halus, penuh kerutan dan permungkaan yang
bersisik. Saat ini bulu domba sudah banyak dimanfaatkan masyarakat untuk bahan
kerajinan dan pembuatan pakaian. Pemanfaatan bulu domba sebagai bahan kerajinan
atau pakaian memerlukan beberapa proses agar aman untuk dipergunakan serta dapat menhasailkan wol dengan kualitas yang
bagus.
Pengolahan bulu domba terdiri
dari beberapa tahapan dimulai dari pencukuran, penyortiran, hal ini juga
dikemungkakan oleh Yamin et al 1994 baha proses pengolahan erdiri dari beberapa
tahap antara lain pencukuran bulu, penyortiran, pencucian, pemisahan bulu,
penyisiran, dan pemintalan. Kotoran yang menempelpada bulu domba akan
berpengaruh terhadap kebersihan, warna, dan bau yang dihasilkan leh bulu.
Stelah pencukuran, untuk menghilangkan kotoran dan benda-benda yang menempel
pada bulu maka dilakukanlah pencucian yang pertama dengan air kemudian deterjen
dan dilanjutkan dengan desinfektan. Penggunaan desinfektan dala prses pencucian
bulu domba ini berfungsi untuk membunuh
bakteri ataupun makhlukhidup lain yang ada pada bulu.
Setelah proses pencucian bulu
domba selanjutnya di sisir, namun sebelum disisir pastikan bulu domba sudah
dalam keadaan kering setelah dilakukan pencucian. Dari proses penyisiran inilah
akan terlihat bulu domba yang halus dan berserabut panjang maupun pendek. Proses
selanjutnya adalah pemintalan untuk pembuatan wol. Wol terbuat dari pilinan
benang, pilinan benang yang terdiri dari dua helai benang atau lebih biasanya
lebih kokoh dan lebih kuat dibanding benang satuan (Budiono, et al , 2008). Selanjutnya dilakukan
pewanaan atau pemutihan yang menggunakan pemutih yang bersifat oksidator maupun
reduktor. Pemutihan menghasilkan senyawa berikatan tunggal yang membuat warna
wol menjadi putih cerah.
Kekuatan serat bulu domba berpengaruh
terhadap kulitas produk yang dihasilkan, kekuatan benang dipengaruhi ada
tidaknya titik rapuh, proses pencucian, masa kebuntingan dan laktasi domba.
Bulu domba yang kotor akan mempengaruhi titik rapuh bulu domba (Duljaman M et
al 2006). Rata-rata panjang serat bulu
domba dengan bahan serat yang ratannya lebih pendek. Faktor keturunan
mempengaruhi sifat-sift serat bulu domba. Domba wool bangsa murni memiliki
kelebihan dari segi kehalusan serat dan kekuatan bila dibandingkan dengan serat
bulu dari domba persilangan. Pada salah satu penelitian tehadap perbandingan
kekuatan benang dari bulu domba priangan
dengan peranakan merino dapat disebabkan oleh faktor bahan baku, kondisi
alat dan manusia. Maryani (1988) menyatakan semakin tinggi ketidak rataan dalam
benang maka peluang putus akan semakin besar. Ketida rataan juga disebabkan
benang yang panjang yang mudah mengakibatkan putus. Wol yang paling halus dan
yang paling tebal terdapat pada bagian bahu antara puncak bahu dan dasar dada.
Wol yang paling kasar terapat pada bagian belakang tubuh yaitu disekitar ekor.
Wl yang paling pendek umumnya terdapat pada bagian perut. Serat bulu pada domba umumnya dibagi
menjadi tiga yaitu serat wol halus, serat wol kasar, dan kamp. Serat wol tumbuh
dari folikel dalam kulit, terjadi pada bagian dasar dari serat wol dan bukan
tumbuh pada bagian ujungnya.
Proses
perendaman dengan air dan pencucian dengan deterjen selama pengolahan sangat
berpengaruh dalam meningkatkan kebersihan dan derajat putih
serta mengurangi bau feses domba, sheep odor dan
bau tanah pada bulu. Proses pencucian dengan desinfektan sangat berpengaruh
dalam mengurangi bau deterjen
yang muncul pasca pencucian dengan deterjen sedangkan
proses pemutihan sangat berperan dalam mengurangi bau desinfektan pada bulu
pasca pencucian dengan desinferktan.
Dari
data hasil praktikum yang dilakukan oleh masing-masing kelompok pada group 2
didapat hasil rendemen masing-masing kelompok yang berbeda-beda. Pada saat awal
semua kelompok diberikan bulu domba dengan jumlah yang sama yaitu 500 g namun
setelah dilakukan penyortiran di dapat hasil berat bulu domba yang bersih dan
berat bulu domba yang kotor. Kelompok
yang bobot bulu domba bersihnya terbesar adalah kelompok 4 sebesar 415,5 g dan
kelompok yang jumlah bulu ktor terbesa adalah kelompok 5 sebesar 345g.
Sementara pada pengujian ketahanan bulu domba terhadap api dapat disimpulkan
bahwa bulu domba tahan atau sukar untuk di bakar dengan api, seperti
perbandingan lama waktu pengujian pembakaran benang sintetis dan alami pada
kelompok lima, benang alami habis di bakar dengan api selama 17,32 detik
sementara benang sintetis pembandingnya habis terbakar dalam kurun waktu 4,08
detik.
SIMPULAN
Bulu domba merupakan hasil ikutan dari ternak domba
yang dapat diolah menjadi hasil ikutan ternak yang memiliki nilai jual yang
tinggi. Untuk menghasilkan wool yang memiliki kualitas yang bagus dengan cara
pencukuran, penyortiran, pencucian, pemisahan bulu, penyisiran bulu,
pemintalan, pemutihan benang dan pewarnaan. Pencucian bulu domba bertujuan
untuk menghilangkan bau, dan mikroorganisme yang ada di bulu. Bulu domba
yang panjang memiliki sifat fisik yang mudah putus. Bulu domba juga sukar untuk
terbakar di banding dengan benan yang sintetis.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1979. Ilmu makanan Ternak Umum. PT.
Gramedia, Jakarta.
Atiyah, Umi. 2002. Penentuan kapabilitas
proses kumulatif karbonat dalam deterjen serbuk. Skripsi. Program Studi Kimia,
FMIPA, IPB, Bogor.
Budiono,
Widarwati S, S. Herlina ,S. Handayani, Parjiyah, W. Pudiastuti, Syamsudin,
Irawati, Parjiyati dan D.S. Palu. 2008. Kriya Tekstil untuk SMK Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Cotton,
F. A. dan G. Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. ( Terjemahan : Sahati
Suharto ). Penerbit University Indonesia, Jakarta.
Devendra. C. dan G. B. Mcleroy. 1982. Goat and Sheep
Production in The Tropics. Longman Group limited, London and New york.
Diggins, R. V. dan C. E. Bundy. 1958. Sheep
Production. Prentice- Hall, Inc., Iowa.
Djufrie,
R., G. A. Kasoenarno, A. Salihima dan A. Lubis. 1976. Teknologi Pengelantangan
Pencelupan dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil, Bandung.
Ensminger. 1962. Animal Science. 5th Ed. The Interstate
Printers Publishers, Inc. Denvile, Illionis.
Gatenby, R. M. dan J. M. Humbert. 1991. Sheep.
MacMillan Education Ltd, London.
Harmsworth, T. B. dan J. Page-Sharp. 1970. Sheep and
Wool Classing. Departmen of Sheep and Wool Melbourne School of Textile,
Melbourne.
Kammlade, W. G. Sr. dan W. G. Kammlade,
Jr. 1955. Sheep Science. J. B. Lippincot Company, New York.
Leeder, J. D. 1984. Wool Nature’s Wonder Fibre. Principle Researce
Scientist.
CSIRO Division of Textile Industry, Geelong.
Yamin, M., M Duldjaman dan B. Megabudi. 1994.
Pengolahan limbah bulu domba untuk kerajinan hiasan dinding dan keset sebagai
peluang usaha baru di Kabupaten Bogor. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan.
IPB, Bogor.
Yamin, M dan M. Duljaman. 1996. Pengembangan usaha
kelompok pengrajin “Graha Widya” di Kecamatan Ciampea. Laporan Akhir Penelitian
dan teknologi Tepat Guna pada Industri Kecil oleh Perguruan Tinggi. LPM.
IPB,
Bogor.
Yamin, M dan S. Rahayu. 1995. Pengolahan Limbah Bulu
Domba untuk Kerajinan
Hiasan
Dinding dan Reset. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
laporan nya bagus sekali kak
ReplyDeletecara registrasi kartu axis